Apakah Drama
Menurut Ensiklopedi Sastra Indonesia, drama berasal dari bahasa Yunani purba dram, artinya berbuat . ‘’Pengertian drama merujuk kepada (1) karya tulis untuk teater, (2) setiap situasi yang mempunyai konflik dan solusi, (3) jenis karya sastra yang berbentuk dialog yang dibuat untuk tujuan dipertunjukkan di atas pentas (Hasanuddin WS dkk, 2007 : 229).
Naskah drama mempunyai dua dimensi, yakni :
(1) sebagai teks sastra, dan
(2) sebagai seni pertunjukan.
Media Drama
Media (alat) yang dipergunakan untuk pertunjukan drama terbagi atas :
MEDIA PANGGUNG TEATER
Drama yang dipertunjukkan pada sebuah gedung disebut dengan teater. Teater diartikan sebagai gedung pertunjukan, namun makna ini kemudian diperluas sebagai bentuk pementasan drama.
MEDIA TELEVISI
Drama yang dipertunjukkan dengan menggunakan media elektronika disebut televisi. Bermain di layar televisi memang sangat lain dibandingkan dengan bermain untuk pentas.
Perbedaan tersebut dapat dilihat dari segi sebagai berikut :
a. Televisi merupakan media elektronik dimana kehadiran total aktor tidak dapat dinikmati publik. Komunikasi antara aktor dengan publik “dihadang“ oleh seperangkat peralatan teknis, disekat oleh “pemilihan frame”.
b. Perpindahan babak dalam televisi hanya memerlukan waktu beberapa detik melalui fade atau dissolve.
c. Masalah gerak dalam televisi sebagian besar adalah gerakan dalam takaran kecil. Bukan lebar dan besar. Demikian pula dengan gerakan yang cepat (kecepatan gerakan) tidak dapat kita kerjakan sebebas kalau kita bermain di panggung.
d. Suara letupan yang kita keluarkan melalui mulut tidak memerlukan pengerahan teknik vokal yang sebagaimana di atas panggung. Bersuara dengan wajar dalam durasi yang sudah pasti.
e. Seperti pula dalam film, suatu hal yang harus diingat ialah bahwa fungsi mata penonton telah diambil alih oleh kamera.
MEDIA FILM
Film, bukanlah cerita drama yang kemudian direkam oleh sebuah alat yang kita kenal dengan kamera. Ada perbedaan yang sangat jelas antara film dengan panggung sebagaimana seperti di televisi.
Dalam film kita mengenal istilah “montase” yaitu irama atau suasana dan kontras–kontras yang dapat dicapai, baik dengan jalan penempatan kamera (shots), maupun dengan jalan menyusun dan merangkai bagian–bagian film (cutting). Pada film kita akan mengenal istilah–istilah seperti halnya dalam TV; close up, medium shot dan sebagainya. Dalam panggung hanya ada satu shot saja yakni lewat pandangan mata penonton secara langsung.
Ada hubungan kesamaan dengan panggung yakni mereka sama – sama mengangkat suatu kehidupan ini yang satu ke atas pentas, yang lain merekam lewat film yang kemudian menyorotkan ke layar perak.
Unsur–unsur pada akting untuk film, ada lima dasar yaitu:
a. Keterpisahan aktor dari penonton
Yang harus diingat di sini bahwa aktor harus menjangkau melampaui halangan-halangan itu dan memproyeksikan suatu rasa kesadaran berkomunikasi dengan penonton.
b. Kamera dan efeknya atas aktor.
Kamera dan efeknya di sini sangat menentukan, karena pada film, kepada penonton diberikan bermacam ragam pandangan untuk melihat penggambaran watak.
c. Permainan lepas dari urutan kronologis.
Dilakukan karena untuk memenuhi tuntutan rencana biaya dan tempat saat shooting film. Penyuntingan gambar tidak dilakukan secara urutan kronologis seperti di panggung.
d. Permainan dalam unit–unit kecil yang terpisah
Aktor layar putih harus bekerja dalam unit–unit waktu yang kecil dan pendek sekali yang terpisah–pisah, yaitu dalam shot –shot dan scene–scene.
e. Penyusunan kembali permainan melalui editing.
Elemen terakhir yang membuat akting untuk layar putih yakni kesadaran si aktor selama shooting film itu, bahwa kemudian permainannyanya akan dinilai lagi dan disusun bangun kembali.
MEDIA RADIO
Pentas drama radio tidak sama dengan panggung atau film dan televisi. Keberhasilan siaran drama radio akan lebih banyak ditunjang oleh kemampuan teknis penampilan suara di dalam membentuk khayal pendengarnya.
Bermain drama radio tidak menuntut hafal teks. Namun demikian sebaiknya para pemainnya minimal 25 % hafal. Ini diperlukan bagi penjiwaan yang dituntut lebih besar lewat pengucapan dialog. Karenanya casting lebih ditekankan pada perbedaan volume suara yang amat kontras. Supaya perbedaan watak dapat jelas tergambar.
Jarak mulut pemain dengan mic juga besar pengaruhnya. Penentuan jarak ideal harus dicari, ditetapkan. Kemudian dijadikan standar untuk tiap kali tampil.
Para pemain mesti jeli menemukan apa yang terkandung dalam tiap kalimat. Dikuasai perwatakan dengan dicoba – coba menampilkan lewat lagu bicara. Pemain harus memperhatikan aba – aba dari operator atau dari sutradara di mana akan memulai adegan tersebut.
Bermain drama radio dituntut dengan teknik suara yang penuh warna, dengan suara wajar, tidak monoton. Sedangkan pemainnya untuk tiap adegan jangan lebih dari empat orang. Kecuali untuk peran – peran figuran.
Hingga kini berkembanglah suatu permainan lewat media Audio Visual yang bertolak pada dasar bermain drama radio. Dubbing film (pengisian suara film) tidak berbeda dengan bermain drama yang sudah terbentuk secara visual dan dengan mengisinya lewat dialog drama tersebut. Seorang dubber sangat dituntut kepekaan terhadap gambar di TV ataupun di film dan keahlian untuk bermain sesuai tokoh dalam drama tanpa mnghilangkan suasana dramatik yang sudah diciptakan semula.
Adapun dubbing yang sekarang dikenal dengan sebutan Sulih Suara itu akan memberikan nuansa tersendiri jika sebuah film tersebut diharuskan untuk dialih bahasa atau memang harus diisi ulang suara tokoh tersebut karena saat shooting lingkungan/lokasi sangat mengganggu perekaman suara. Di sini banyak sekali tontonan film asing yang harus dialih bahasa Indonesia hingga kita dapat memahami cerita dengan baik dan tidak terganggu dengan kesempatan membaca teks/terjemahannya.
ANATOMI DRAMA
Anatomi drama. Anatomi drama itu, di antaranya adalah babak, dialog, petunjuk pementasan (lakon), prolog, epilog dan ending. Hampir sama dengan karya fiksi (cerpen dan novel) drama juga memiliki unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik.
BAGAIMANA MEMBUAT NASKAH DRAMA
Membuat naskah lakon sendiri tidak menguntungkan karena akan memperpanjang proses pengerjaan. Akan tetapi berkenaan dengan sumber daya yang dimiliki, membuat naskah sendiri dapat menjadi pilihan yang tepat. Untuk itu, seorang penulis harus mampu membuat naskah yang sesuai dengan kualitas sumber daya yang ada pada grup teater (drama) yang mereka miliki.
Naskah semacam ini bersifat situasional, tetapi semua orang yang terlibat menjadi senang karena dapat mengerjakannya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Beberapa langkah di bawah ini dapat dijadikan acuan untuk menulis naskah drama.
Menentukan Tema.
Tema adalah gagasan dasar cerita atau pesan yang akan disampaikan oleh pengarang kepada penonton. Tema, akan menuntun laku cerita dari awal sampai akhir. Misalnya tema yang dipilih adalah “kebaikan akan mengalahkan kejahatan”, maka dalam cerita hal tersebut harus dimunculkan melalui aksi tokoh-tokohnya sehingga penonton dapat menangkap maksud dari cerita bahwa sehebat apapun kejahatan pasti akan dikalahkan oleh kebaikan.
Menentukan Persoalan (Konflik).
Persoalan atau konflik adalah inti dari cerita teater. Tidak ada cerita teater tanpa konflik. Oleh karena itu pangkal persoalan atau titik awal konflik perlu dibuat dan disesuaikan dengan tema yang dikehendaki. Misalnya dengan tema “kebaikan akan mengalahkan kejahatan,” pangkal persoalan yang dibicarakan adalah sikap licik seseorang yang selalu memfitnah orang lain demi kepentingannya sendiri. Persoalan ini kemudian dikembangkan dalam cerita yang hendak dituliskan.
Membuat Sinopsis (ringkasan cerita).
Gambaran cerita secara global dari awal sampai akhir hendaknya dituliskan. Sinopsis digunakan pemandu proses penulisan naskah sehingga alur dan persoalan tidak melebar. Dengan adanya sinopsis maka penulisan lakon menjadi terarah dan tidak mengada-ada.
Menentukan Kerangka Cerita.
Kerangka cerita akan membingkai jalannya cerita dari awal sampai akhir. Kerangka ini membagi jalannya cerita mulai dari pemaparan, konflik, klimaks sampai penyelesaian. Dengan membuat kerangka cerita maka penulis akan memiliki batasan yang jelas sehingga cerita tidak bertele-tele. William Froug (1993) misalnya, membuat kerangka cerita (skenario) dengan empat bagian, yaitu pembukaan, bagian awal, tengah, dan akhir. Pada bagian pembukaan memaparkan sketsa singkat tokoh-tokoh cerita. Bagian awal adalah bagian pengenalan secara lebih rinci masing-masing tokoh dan titik konflik awal muncul. Bagian tengah adalah konflik yang meruncing hingga sampai klimaks. Pada bagian akhir, titik balik cerita dimulai dan konflik diselesaikan. Riantiarno (2003), sutradara sekaligus penulis naskah Teater Koma, menentukan kerangka lakon dalam tiga bagian, yaitu pembuka yang berisi pengantar cerita atau sebab awal, isi yang berisi pemaparan, konflik hingga klimaks, dan penutup yang merupakan simpulan cerita atau akibat.
Menentukan Protagonis.
Tokoh protagonis adalah tokoh yang membawa laku keseluruhan cerita. Dengan menentukan tokoh protagonis secara mendetil, maka tokoh lainnya mudah ditemukan. Misalnya, dalam persoalan tentang kelicikan, maka tokoh protagonis dapat diwujudkan sebagi orang yang rajin, semangat dalam bekerja, senang membantu orang lain, berkecukupan, dermawan, serta jujur. Semakin detil sifat atau karakter protagonis, maka semakin jelas pula karakter tokoh antagonis. Dengan menulis lawan dari sifat protagonis maka karakter antagonis dengan sendirinya terbentuk. Jika tokoh protagonis dan antagonis sudah ditemukan, maka tokoh lain baik yang berada di pihak protagonis atau antagonis akan mudah diciptakan.
Menentukan Cara Penyelesaian.
Mengakhiri sebuah persoalan yang dimunculkan tidaklah mudah. Dalam beberapa lakon ada cerita yang diakhiri dengan baik tetapi ada yang diakhiri secara tergesa-gesa, bahkan ada yang bingung mengakhirinya. Akhir cerita yang mengesankan selalu akan dinanti oleh penonton. Oleh karena itu tentukan akhir cerita dengan baik, logis, dan tidak tergesa-gesa.
Menulis.
Setelah semua hal disiapkan maka proses berikutnya adalah menulis. Mencari dan mengembangkan gagasan memang tidak mudah, tetapi lebih tidak mudah lagi memindahkan gagasan dalam bentuk tulisan. Oleh karena itu, gunakan dan manfaatkan waktu sebaik mungkin.
Apa Saja yang Harus Ada pada Naskah Drama
Judul Cerita
Judul cerita merupakan inti dari naskah drama yang akan dipertunjukkan. Seorang penulis naskah drama harus memperhitungkan ketertarikan penonton dengan judul naskah drama yang dibuat. Judul yang tidak menarik akan membuat penonton enggan mendatangi pertunjukan.
Sinopsis
Sinopsis adalah ringkasan cerita di dalam naskah drama. Sinopsis perlu dibuat untuk membantu kru pementasan mempersiapkan segala hal terkait dengan pertunjukan.
Jumlah Pemain
Untuk naskah drama sebaiknya memperhatikan jumlah pemain yang akan terlibat dalam pertunjukan drama, baik itu teater, film, maupun drama radio. Dalam pertunjukan drama menggunakan media teater, maka jumlah pemain sangatlah penting untuk diperhatikan mengingat terbatasnya ruang (panggung) yang tersedia. Namun dalam film dan radio, jumlah pemain tidak menjadi begitu penting karena bisa disiasati dengan berbagai cara.
Penggambaran Setting
Dalam membuat naskah drama, harus digambarkan setting (tempat peristiwa) berlangsung. Hal ini terlihat di awal naskah tersebut ditulis. Penggambaran setting ini perlu untuk memudahkan sutradara ataupun pemain menyesuaikan pertunjukan drama yang akan dimainkan.
Contoh :
Di atas panggung sederhana, di samping puing-puing sisa reruntuhan dan mayat-mayat yang bergelimpangan, JURU RUNDING terus menyesali segala sesuatu yang telah terjadi di bumi serambi mekkah. Bahkan yang lebih disesalinya lagi, perang tidak pernah berhenti meski negeri sedang dilanda prahara. PEMBERONTAK SETIA dan TENTARA SETIA terus menabur maut. Keduanya tidak lagi mau melibat JURU RUNDING dalam setiap pertemuan mereka. Akhirnya, dalam kesendiriannya itu, JURU RUNDING kini tinggal meminta kepada Tuhan agar bencana tidak lagi melanda negeri. (Naskah Monolog Juru Runding karya Yulhasni)
Petunjuk Lakon
Petunjuk lakon adalah salah satu hal penting yang harus diperhatikan oleh seorang penulis naskah drama. Petunjuk lakon ini hampir sama dengan penggambaran setting pada awal cerita, akan tetapi petunjuk lakon terdapat pada semua bagian dalam naskah drama. Petunjuk lakon ini memudahkan pemain untuk melakukan adegan per adegan.
Contoh :
TEUKU HAMID : Hey, lepaskan ! Jangan ganggu mereka ! (Para wanita berlari ke dekat Teuku Hamid ). Kalian ini tidak bosan-bosannya menggoda wanita. Itu perbuatan dosa, mengerti.
0 komentar:
Posting Komentar